Denpasar, 26 Januari 2025 – Perubahan nama Pantai Serangan menjadi Pantai Kura Kura Bali menuai kontroversi. Warga lokal dan netizen ramai-ramai memberikan ulasan bintang satu di Google Maps sebagai bentuk protes. Mereka menyesalkan penggantian nama yang dianggap menghilangkan identitas asli pantai tersebut.
“Pantai ini dikenal sebagai Pantai Serangan sejak dulu. Kenapa diganti?” tulis salah satu pengguna, Ketut Santiana. Banyak warga lainnya mempertanyakan alasan di balik perubahan ini dan menyayangkan privatisasi pantai yang terjadi di wilayah tersebut.
Masalah ini semakin diperparah dengan terbatasnya akses publik ke pantai di Pulau Serangan. Sejak dikelola oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID), area yang dulunya bebas dikunjungi kini hanya bisa diakses secara terbatas. “Dulu semua orang bisa menikmati pantai ini tanpa masalah. Sekarang semuanya berubah, akses hanya untuk mereka yang punya uang,” keluh Dion HMB, seorang warga Denpasar.
Persoalan ini menarik perhatian anggota DPR RI I Nyoman Parta. Ia menyoroti penggunaan nama Pantai Serangan dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan mempertanyakan legalitas perubahan nama tersebut. “Jika dalam Amdal disebut Pantai Serangan, maka nama itu harus dipertahankan. Mengubahnya menjadi Pantai Kura Kura dapat membuka jalan bagi privatisasi pantai, yang jelas melanggar hak publik,” ujarnya.
Parta juga menegaskan bahwa pantai adalah kawasan publik yang tidak boleh diubah menjadi milik pribadi. “Pantai adalah hak masyarakat, dan akses ke pantai tidak boleh dibatasi oleh pihak mana pun. Peraturan kita jelas melarang privatisasi pantai,” tegasnya dalam pernyataan resmi di Denpasar.
Di tengah polemik ini, warga berharap pemerintah dan pihak terkait segera mengambil tindakan untuk memastikan bahwa akses ke pantai tetap terbuka bagi masyarakat. Bagi mereka, pantai bukan sekadar tempat wisata, melainkan bagian dari identitas budaya dan kehidupan sehari-hari.
Editor ; Krg.